Thursday, June 14, 2007

HUJAN BULAN JUNI


tAK adA yaNg LeBiH tABah daRi huJaN buLAn JuNi, DiraHasiAKaNnYa RintIK rINdUnYA kepada PohON berbunga itu..


Tak ADa yanG leBIh biJAk dari Hujan BulAN JuNI, dibIARkan jEJak-JejAK kakinyA yang RAgu-RagU diJalan itu..


tAK ada YanG lebih ARif dari HujAN Bulan JUni, diBiARkannya yang TaK terucapkan diSERap akar POhon bunga Itu..

(Sapardi Djoko Damono)

Entah kenapa, saya begitu menyukai puisi karya Sapardi DD tersebut diatas. Tidak ada alasan khusus tentang rasa suka ini, bahkan saya sendiri tidak ingat apakah saya pernah merasakan hujan di bulan juni.

Satu hal yang saya tangkap dari puisi tersebut adalah, bahwa setiap rasa kita (entah itu berujud kesedihan ataupun kegembiraan) tidak selalu harus diumbar ke setiap orang.

Dan, biarkanlah Hujan di Bulan Juni yang tahu.....

(klo mo diganti Banjir di Bulan Desember, atau Kemarau di Bulan Agustus juga boleh, hehe..)

Suratku untukMu




Yth. Tuhan YME,

Hari ini, usiaku bertambah satu dan otomatis jatah hidupku berkurang satu (benarkah begitu Tuhan?). Aku jadi ingat, dulu aku pernah merasa bingung dengan tujuan sesungguhnya Engkau berikan hidup pada setiap umatMu. Seseorang disekitarku pernah berkata bahwa hidup kita harus kita abdikan penuh kepadaMu dengan cara rajin melakukan ritual2 yang kami sebut dengan beribadah dan kami yakini bisa mendekatkan kami kepadaMu. Tapi benarkah seperti itu Tuhan? Benarkah kualitas seseorang dimataMu hanya dinilai dari sering atau tidaknya dia melakukan ritual-ritual ibadah itu tanpa melihat lagi kondite-kondite yang lainnya? Ah, mungkin kebingunganku ini disebabkan karena seringnya aku melihat ketidaksesuaian-ketidaksesuaian yang kadang membuat aku muak! Untunglah aku mempunyai seorang Bapak yang bisa menjadi tempat bagiku untuk bertanya.

“GUSTI (baca: Tuhan) itu adalah BAGUSING ATI. Jadi, jika kamu mempunyai hati yang bagus maka kamu akan merasakan bahwa Tuhan selalu ada bersamamu, sehingga kamu tidak akan pernah merasa khawatir akan apapun nduk….”

Dan dari sinilah pengetahuanku akan Engkau bermula Tuhan. Bahwa hidup ternyata tidak harus aku habiskan untuk melulu menghadapMu melalui ritual-ritual itu, tapi aku juga harus membagi hidupku kepada orang-orang disekitarku. Mencoba berbagi kebaikan hati bersama mereka, dengan begitu aku berharap Engkau akan selalu bersamaku, sehingga aku tidak perlu khawatir lagi menjalani hidup yang Engkau percayakan kepadaku ini.

“Jika kamu berjalan kearah Tuhan, maka Tuhan akan berlari kearahmu nduk…”

Suatu kali Ibuku pernah berwejangan seperti itu. Yang artinya Bahwa Engkau akan membalas sedikit kebaikan yang aku berikan dengan imbalan yang berlipat. Dan itu memang terbukti. Lihatlah Tuhan! Engkau telah melipatgandakan setetes kebaikan yang telah aku coba bagi kepada orang-orang disekitarku dengan menghadirkan keluarga dan sahabat-sahabat yang sangat menyayangiku. Dimana perhatian-perhatian yang mereka berikan kepadaku sungguh sangat membuatku terharu. Bahkan aku tahu bahwa Engkau disana tersenyum melihat aku kewalahan menerima dan membalas ucapan selamat ulang tahun itu, sehingga kemaren adalah hari melelahkan yang sangat membahagiakanku. Dan aku mengucapkan terima kasih banyak untuk semuanya itu Tuhan.

Satu hal yang ingin aku sampaikan kepadaMu sebelum aku menutup suratku ini Tuhan, bahwa aku memang tidak bisa menjanjikan kalau aku akan berlari kearahmu, tapi satu hal yang pasti akan aku lakukan adalah, bahwa aku akan tetap berjalan kearahMu…..

-aku yg mencintaiMu-

12 April 2007

Wednesday, June 6, 2007

CIREBON... OOWWW SHIT!

Pertama kali menginjakkan kaki ke kota ini hatiku merasa senang sekali. Selain bisa meninggalkan kesedihan dan kejenuhan akan kota terdahulu yang sempat aku tinggali, juga karena bangunan hotel tempatku bekerja sungguh tampak elegan (lihat gambar).
Keterangan gambar : 1. view dari swimming pool, 2. Tampak depan, 3. Balroom yg terpisah dari bangunan utama

Tak heran jika kemudian hotelku menjadi pilihan utama para tamu VIP dan VVIP (sekelas presiden), bahkan jika anda bermain-main dengan google earth akan lebih gampang mencari lokasi Hotel Santika dibandingkan gedung-gedung penting di kota ini (dengan gaya membusungkan dada dan kepala mendongak keatas, huekk!).
Tapi ternyata kesenangan itu tidak berlangsung lama, karena setelah satu tahun lamanya mendiami kota udang ini yang saya tahu hanyalah Grage, Grage, dan Grage! Bahkan ketika tahun berlanjut ke angka 2 pengetahuan saya tentang tempat rekreasi penghilang jenuhpun tidak bertambah, masih seputaran Grage, dan Grage lagi. Belum lagi makanan-makanan khas kota ini yang terasa aneh dan tidak njawani bagi lidah semarangan dan jogjaisme saya ini.


ket. gbr (searah jarum jam): condiment sega jamblang, sega jamblang ROP* , Docang, nasi Lengko, Tahu Gejrot , Empal Gentong
Well, makanan-makanan yang terasaji diatas memang belum ada yang bisa membuat saya berpaling dari manisnya gudeg jogja dan segernya soto semarang. Semuanya masih tampak aneh bagi saya, nasi/sega jamblang yang tersaji diatas daun jati -yg diragukan kebersihannya baik dari lugut/bulu2 halus bawaan daun jati maupun dari debu yg menempel- dengan penyerta beraneka ragam lauk-pauk seperti : paru goreng, tempe goreng, sayur tahu, blakutak, ikan asin jambal roti, sambel khas sega jamblang, dll yang semuanya tinggal dipilih dan dicomot. Docang dengan isi: lontong, daun singkong, parutan kelapa, disiram kuah plus krupuk on the top yang sungguh melihat tampilannya saya benar-benar tidak tertarik!! Nasi lengko, sepertinya ini masih lumayan bisa diterima lidah jawa saya, karena rasa dan penyerta nasinya masih tampak klop bagi saya yang penyuka lotek (beda-beda tipis sama lotek). Biasanya nasi lengko ini ditemani oleh sepiring sate kambing (hmmm... not bad lah!). Tahu Gejrot, nha... klo yang ini saya memang suka, selain rasanya yang tidak neko-neko - tahu disiram kuah:air gula jawa,cabe rawit, bawang merah- juga harganya yang sangat murah, Rp 1.500,- (murah adalah alasan yg sebenarnya!). Empal gentong, waaah... klo makanan yang satu ini saya bener-bener menjauh deh. Kuah santan pekat seperti kuah gule dengan isi segala macam jeroan sapi dengan taburan daun kucai diatasnya. Ooh tidaaakkk!! Berapa banyak timbunan lemak yang saya asup jika saya mengkonsumsi makanan ini??

Dan, saya hanya bisa teriak, pengeeeennn pulaaaanggg!!!

Tapi apalah daya, tempat kerja yang menyenangkan plus posisi yang sedikit menggiurkan membuat saya tertancap lumayan kuat di kota ini. Kota yang minim tempat rekreasi penghilang jenuh dan kota dimana saya harus bayar mahal untuk memakan makanan yang saya tidak suka. Sungguh menyedihkan!

Ternyata, Tuhan memang benar-benar maha kasih. Doa ketidakkrasanan saya tinggal di Cirebon terjawab sudah. Menginjak Tahun ketiga, Tuhan memberikan saya sesuatu yang akhirnya membuat saya mulai betah tinggal di Cirebon. Bahkan tradisi akhir minggu yang selalu saya lewatkan dengan berpergian ke kota-kota terdekat seperti Jakarta & Bandung pun -sebagai penghilang penat dan jenuh- tidak pernah saya jalani lagi. Waktu saya kala itu benar-benar terasa menyenangkan. Dan semua itu berkat hadirnya manusia tengil ini >> maaf, space yang tersedia tidak cukup muat buat nampilin foto yg eye catching. (Alasan!)
Dan.... Cirebon bagi kami akan saya lanjutkan pada tulisan mendatang.
Dont miss it!
note :
- Grage adalah Mall terbesar dan termegah di Kota Cirebon untuk saat ini
- ROP : Ready On the Plate
- Gambar-gambar didapat dari google image searching (kecuali gambar hotelku)

Tuesday, June 5, 2007

KEKANCAN



"Cinta platonis? Bullshit!! "

Dan setelahnya, kawan saya si Parjo tidak pernah lagi menampakkan batang hidungnya. Menurut info yang saya terima setelah tinggal glanggang colong playu (baca: meninggalkan saya begitu saja di teras kos-kosan) waktu itu, si Parjo mengalami pendarahan hebat di hidung alias mimisan yang disinyalir karena terlalu memikirkan alasan cinta platonis yg saya beberkan. Alhasil sang hidung harus selalu disisipi Daun Sirih untuk menghentikan pendarahan tersebut sehingga membuat dia malu utk menampakkan batang hidungnya yg berhiaskan lintingan Daun Sirih! What a silly reason!

Ya! Memang sebuah alasan bodoh yang terlalu saya buat-buat sendiri, hanya untuk sekedar menenangkan hati ini dari perasaan bersalah. Perasaan bersalah??!? Haruskah saya merasa seperti itu? Bukankah mencintai itu merupakan hak azazi seseorang yang harus kita hormati keberadaannya? Seperti saya menghormati "Cinta" Parjo kepada saya dengan tetap mau berkawan dengannya meskipun saya tidak mempunyai rasa yang sama. Jika kemudian dia merasa tersakiti karena menurutnya saya telah memberikan harapan-harapan kosong (baca: menghormati hak mencintai seseorang), apakah itu merupakan salah saya sehingga dia layak tinggal glanggang colong playu seperti itu? Suatu tindakan yang tanpa dia tahu telah membuat saya bersedih karena....... hidungnya dihiasi lintingan Daun Sirih!

Cinta platonis, sebenarnya saya sendiri kurang begitu tahu arti dari kata ini. Terlalu banyak pengertian berbeda-beda yang saya dapatkan. Namun yang pasti saya tahu adalah bahwa bentuk hubungan pertemanan saya dengan lawan jenis -yang sudah saya anggap sebagai sahabat- adalah hubungan yang sangat afektif dimana saya tidak mencoba melibatkan unsur-unsur ketertarikan secara seksual. Dan alasan ini pulalah yang membuat si Parjo berteriak bullshit! Menurutnya kedekatan hubungan seorang laki-laki dan perempuan pasti ujung-ujungnya menyangkut masalah hati. Dan jika sudah berbicara masalah hati, maka cinta platonis yang afektif non seksual itu hanyalah omong kosong belaka.

" ... dan yang tinggal hanyalah kegembiraan karena gayung bersambut, atau harapan-harapan kosong menyakitkan seperti yang kamu berikan itu! Teganya kamu!"

Saya tega?? Bagaimana dia bisa berkata seperti itu kalau dia pun tidak menghargai perasaan saya? Ah, seandainya saja dia tahu bahwa tidak semuanya harus berbalas dengan hal yang sama agar keindahan sebuah hubungan tetap terjaga. Bahwa ketidaksamaanpun sebenarnya bisa ditransformasikan menjadi sesuatu yang indah sepanjang menggunakan "gaya" yang sama. Jika saya bisa menghormati hak mencinta dia, pun dia menghormati hak mencinta saya (even bukan buat dia), niscaya Si Parjo tidak perlu menggunakan lintingan Daun Sirih untuk menyembunyikan batang hidungnya. Seperti foto yang terpampang diatas, tidak perduli mau seperti apa gaya rambutnya, atau dari golongan dan ras mana kita berasal, sepanjang gaya yang kita pakai selaras dan harmonis, maka perbedaan itu nisbi adanya.... (asal sama-sama cantik! pret!)

Monday, June 4, 2007

OBROLAN TENGAH MALAM


+ I’m weak, I’m not as strong as you think

Sms dari seorang sahabat yang tertera dilayar ponselku itu tiba-tiba membuatku sedih. Kenapa harus menyerah? Kenapa pula harus pasrah diubah oleh keadaan? Kemana larinya ketangguhan yang selalu aku banggakan itu? Dan, rasa sedih ini ternyata begitu mengusikku. Sampai kemudian disuatu malam,

“Menangislah, jika itu bisa mengurangi bebanmu…..”
“Sudah. Bahkan dua malamku berturut-turut telah aku habiskan untuk menangis. Dan kamu lihat, beban itu masih terasa berat dipundakku.”
Aku cuma tersenyum mendengar kalimatnya, kubiarkan sahabatku ini mengekspresikan segala kesedihannya.
“Sepertinya enak ya, melompat dari atas gedung tinggi, melayang-layang…. bebas…. dan brukk! Selesai semuanya.”
Aku masih tersenyum, kupandangi wajah cantik dihadapanku ini, “Kamu yakin?” Tanyaku dengan nada lembut.
“Yakin? Maksudmu?”
“Yaa, seperti yang kamu bilang barusan, bahwa melompat dari gedung tinggi akan menyelesaikan semua masalahmu?”
“Iya lah. Mana ada orang yang selamat jatuh dari lantai 7? Kalau gue mati kan semua masalah itu juga akan ikut mati wie.”
“Benar, dengan catatan jika kamu mati. Tapi bagaimana kalau ternyata kamu hanya patah tulang, gegar otak, atau bahkan kombinasi keduanya? Can you imagine that? Sahabat, mati itu adalah hak Tuhan sepenuhnya, bukan hak kamu atau siapapun juga. Jika Tuhan tidak menghendaki kamu mati saat ini, meskipun kamu melompat dari lantai 10 sekalipun, pasti Tuhan punya cara sendiri untuk menyelamatkan kamu. Tahukah kamu, bahwa tindakan bodoh hanya akan menghasilkan hal-hal bodoh pula?”

Sahabatku terdiam sesaat, sejenak kemudian bahunya terguncang hebat. Dia menangis.
"Kamu bisa berkata demikian karena kamu tidak harus membanting tulang menghidupi seorang anak dan seorang nenek yang sakit-sakitan. Bahkan aku yakin kamu tidak pernah merasakan sakitnya dianiaya oleh orang yang kamu harapkan bisa melindungi kamu.... "

Kurengkuh bahu yang berguncang makin hebat itu dan kubiarkan airmatanya membasahi baju tidurku. Aku tahu, saat ini sahabatku hanya butuh tempat untuk mengekspresikan segala kesedihannya.Untuk itu aku memilih mengunci mulutku...

Beberapa saat kemudian, setelah dia berhasil menguasai emosinya dan setelah tisu yang aku sodorkan habis terpakai untuk menghapus airmatanya, dia menatapku. Tatapan yang masih menyisakan kesedihan mendalam itu sedikit tersamarkan dengan senyum manisnya.

“Thanks Wie.”

Aku tersenyum dan mengangguk pelan, kutepuk bahunya mencoba untuk memberikannya penguatan.

“Sepertinya enak sekali jadi kamu ya Wie. Disayangi banyak orang, merdeka banget, dan hidupmu sepertinya jauh dari masalah…”

PLAK! Tiba-tiba aku merasa tertampar dengan ucapan sahabatku barusan. Benarkah hidupku seindah yang dibayangkannya? Teringat kembali kesedihan-kesedihan yang pernah singgah dalam hidupku. Kesedihan yang banyak menyita airmata dan hari-hari indahku. Bahkan aku pernah merasakan duniaku hancur, ketika harus kehilangan tiga orang yang sangat berarti dalam hidupku dalam waktu yang berdekatan. Menghabiskan setiap malamku dengan bersedih, merenungi nasib, dan terpekur sendirian diujungnya waktu. Kemudian dipagi harinya aku harus tetap tertawa, dan menyembunyikan segala kesedihan diri dari setiap mata yang memandang. Sampai kemudian aku menjadi tersadar bahwa ternyata aku tidak setangguh yang dikatakan orang, memang tidak ada airmata yang keluar dari mataku, tapi menghabiskan setiap waktuku hanya untuk menikmati kesedihan yang tiada guna, adalah kecengengan yang sesungguhnya!

Kuhela nafasku sedikit panjang, dan kuraih guling kesayanganku untuk mengalihkan rasa pedih yang tiba-tiba melintas.
"Kamu tahu nggak, apa yg sekarang aku rasakan?"
"Apa Wie?"
"Aku iri sama kamu. aku iri melihat betapa kamu bisa dengan begitu bebas mengekspresikan segala kesedihanmu dihadapan orang lain. Suatu tindakan yang belum pernah bisa aku lakukan hingga saat ini...."

Kalimat yang meskipun aku ucapkan dengan mimik wajah tersenyum tersebut tetap saja membuat sahabatku tercengang. Tiba-tiba dia meraih tanganku, ada binar kepedulian dimatanya.
"Kamu tidak perlu berlaku seperti aku wie untuk mengobati kesedihanmu, karena aku yakin tanpa berbuat seperti itu kamu pasti bisa melalui setiap cobaan. Tuhan tidak akan pernah memberikan cobaan yang melampaui batas kemampuan umatnya kan?"
"Exactly! Jadi, kamu juga tidak perlu mengakhiri segala kesedihanmu dengan bunuh diri kan? Toh Tuhan percaya kamu akan mampu melewati segala cobaan itu...hehe..."


Dan tawa kecilku tersebut ternyata disambut oleh sabahatku dengan tawa yang lebih keras. Sebuah tawa yang mengindikasikan ada beberapa kesedihan yang ikut terlepas bersamanya.

Malam semakin larut, kulihat sahabatku sudah tertidur dengan sangat pulas seolah-olah tidak ada beban yang sedang bergelayut dipundaknya. Aku jadi teringat pesan seorang guru,

"Jangan biarkan setiap orang yang datang padamu pergi tanpa merasa lebih baik dan lebih bahagia. Jadilah ungkapan hidup dari kebaikan Tuhan. Kebaikan dalam wajahmu, kebaikan dalam matamu, dan kebaikan dalam senyummu."
Hmm.. malam yang sungguh indah. Ada bahagia menyusup dalam hatiku meskipun malam ini, malam dimana sebenarnya ingin aku habiskan sendirian saja, aku harus berbagi bantal dengannya.


Tiba-tiba rasa rinduku akan seseorang datang lagi .......