Sunday, March 30, 2008

UU ITE vs SITUS PORNO

SITUS PORNO DI BLOKIR!


Tulisan itu di lempar (baca:posting) beberapa kali di milis yang aku ikuti dengan penulisan yang sangat provokatif, font ukuran besar, tebal, berwarna-warni, serta (sepertinya) dibuat berkedip-kedip. Dan berhasil! Penulisan yang provokatif itu telah berhasil memancing argumen dari beberapa anggota milis yang ujung-ujungnya mengarah ke statement Mas Roy (Roy Suryo -pakar telematika kebanggaan Bangsa Indonesia) “ … yang perlu diwaspadai adalah kemungkinan ada perlawanan dari para blogger dan hacker yang biasanya akan mengganggu sistem pemblokiran tersebut.” Beberapa blogger merasa tidak suka dengan statement tersebut.

Apa hubungannya dengan blogger??

Blogger kan beda dengan hacker?

Tampilan blogku aja sederhana begini kok, bagaimana bisa aku mengganggu sistem yang tentunya dibuat lebih canggih dari blogku ini? -->> klo ini curahan hatiku sendiri yang trenyuh dengan tampilan blogku yang minimalis, cantik, dan elegan (seperti yang punya :p)


Penasaran, kemudian aku membuka file RUU ITE yang dikirimkan oleh salah seorang teman. Kubaca dan mempelajari kata per katanya berulang-ulang hingga membuatku sedikit mengerti. Yeah, hanya sedikit. Bahasa perundang-undangan selalu saja membuat dahiku berkerut kala membacanya. Tidak simpel, mbulet dan membuat orang awam sepertiku harus merenung tujuh hari tujuh malam hanya untuk menelaah kalimat ...termasuk tetapi tidak berbatas pada.... yang akhirnya berujung ke serangan sakit kepala mendadak (halah!).


Dalam RUU ITE yang saya baca, pada BAB II tentang Asas dan Tujuan pasal 4 ayat a ditulis : mencerdaskan kehidupan bangsa sebagai bagian dari masyarakat informasi dunia.


Menurut saya, blogger memberikan kontribusi tersendiri dalam hal mencerdaskan kehidupan bangsa melalui tulisan-tulisannya. Sebagai contoh beberapa tulisan saya di blog ini. Ada beberapa pengunjung yang kemudian menjapri (melakukan komunikasi melalui jalur pribadi semisal mengirim email) saya dan mengatakan bahwa tulisan saya sangat inspiratif sehingga membuat dia termotivasi untuk bangkit dari masalah yang sedang dialami. Bahkan dua diantaranya menjadi reminder bagi saya dengan cara menelepon atau mengirim sms, jika saya tak juga mengupdate postingan saya. Saya sendiri, juga terinspirasi dengan tulisan beberapa blog yang saya kunjungi sehingga bisa menimbulkan pencerahan baru bagi diri pribadi.


Dan itu saya anggap sebagai kegiatan mencerdaskan kehidupan bangsa. Kecerdasan emosional seorang warga negara yang bisa didapat dari membaca tulisan seseorang.


Ayat b menyebutkan : mengembangkan perdagangan dan perekonomian nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


Lagi-lagi para blogger juga memberikan kontribusinya. Dengan memasang dagangan di blog beberapa rekan merasa terbantu dalam memasarkan produknya, bahkan beberapa pengusaha kecil yang belum kenal internet mempercayakan (baca: nitip) produk kerajinan mereka untuk dipajang di blog dengan harapan dapat menaikkan omset penjualan. Jelas sudah, kontribusi para blogger seperti yang dimaksud dalam ayat b tampak nyata.


Ehm...ehm.... ternyata hebat juga ya kontribusi para blogger itu terhadap negara?

* yang syirik boleh pulang ”)


Kembali ke masalah pernyataan Mas Roy yang akhirnya menjadi polemik tersebut.


Seperti postinganku yang ini, banyak cara untuk menjadi beken. Beberapa artis bahkan dengan sengaja menyebarkan foto2 sensational mereka hanya untuk satu kata, Tenar! Dengan tenar, jutaan uang bisa diraup. Tapi apa iya orang setenar Mas Roy masih butuh sensasi? Atau saya yang kuper ya, tidak tahu bahwa Mas Roy sekarang sudah diambang batas ketenaran sehingga memerlukan cara untuk mendongkrak popularitasnya? Ah, masak sih?


Mari kita cermati lagi kalimat diatas. Kata ”kemungkinan” sebenarnya sebuah kata ragu-ragu, bukan sebuah kata final penghakiman. Jadi kemungkinan Mas Roy tidak menuduh para blogger, kemungkinan Mas Roy hanya menyampaikan kekhawatirannya, dan kemungkinan Mas Roy memang butuh popularitas, sehingga kemungkinan dia akan diserang oleh bloggers yang kemungkinan tidak terima dengan pernyataannya tersebut. Dengan kemungkinan penyerangan dari para blogger tersebut kemungkinan diharapkan bisa mendongkrak kembali popularitasnya, sehingga Mas Roy tetap menjadi kemungkinan pakar telematika kebanggaan Bangsa Indonesia.

Mumet sendiri membaca kalimat ini, semumet aku membaca kalimat-kalimat yang ada di UU ITE tersebut.


Jika demikian, apakah perlu menanggapi secara berlebihan kalimat (kemungkinan nggak penting) Mas Roy?


Well, kemungkinan yang dimaksud Mas Roy, para blogger akan menyerang sistem dengan menggunakan tulisan-tulisan mereka yang dasyat, yang kemungkinan akan lebih berdampak secara meluas ketimbang hacker yang mengerjakannya secara sembunyi-sembunyi.


Jadi saran saya kemungkinan ga usah ditanggepin secara berlebihan statement tersebut. Meminjam istilah Alm. Soeharto tentang kagetan dan gumunan maka, janganlah menjadi blogger yang kagetan apalagi gumunan.. filosofi kagetan dan gumunan itu sangat saya sukai karena mengandung makna yang sangat dalam. Stay cool, mungkin itu penggambaran arti dalam bahasa gaulnya. Dengan tetap tenang, maka suatu keadaan bisa kita kontrol dengan baik. Termasuk menanggapi kemungkinan tuduhan secara sepihak Mas Roy tersebut. Biarlah Mas Roy dengan (kemungkinan post famous syndrome) ketenarannya sendiri, dan kita? Teteeeppp......!!!!! Nulis jalan teruussss.........! Berkreasi majuu teruuuuusssssssss....! Mbobol situs porno stoooooooppp............!!!! Bagi yang nggak bisa! Hehehe...


Ah, mana ujyan, ga da ojyeg, becyeek.....


DIJUAL : KESEDIHAN!

*gbr didapat dari google

Dulu, sewaktu acara Indonesian Idol periode Joy Tobing, aku sempat kasihan melihat Delon yang “dianiaya” oleh kata-kata Mutia Kasim. Dan kata-kata tajam Mutia Kasim tersebut ternyata menjadi senjata yang bagus untuk mendongkrak rating sms dukungan buat Delon, sehingga mengantarkan dia ke tangga runner up Indonesian Idol.


Pada periode Ihsan Taroreh, dia terdongkrak popularitasnya karena kisah hidupnya sebagai anak seorang tukang becak plus beberapa cerita kesusahan hidup lainnya yang diangkat kepermukaan, dimana cerita-cerita kesedihan tersebut mampu mempengaruhi perasaan pemirsa televisi (termasuk aku) sehingga akhirnya menaruh simpati dan ujung-ujungnya memberikan dukungan (baca:mengirim sms) bagi Ihsan. Bahkan sepertinya tak cuma para pemirsa televisi yang tersentuh dengan kisah hidup Ihsan, Titi DJ (salah seorang juri Indonesian Idol) pun sampai terketuk hatinya membelikan baju dengan harapan tampilan Ihsan bisa lebih baik lagi.


Hal yang wajar, ketika kita merasa bersimpati terhadap penderitaan orang lain maka terketuk hati untuk ikut berbagi, meringankan penderitaan tersebut.


Dan sepertinya…... Simpati, satu kata itu telah terdeteksi oleh sebagian pemirsa televisi sebagai penyebab kemenangan atau terdongkraknya popularitas seseorang. Dampak dari cerita sedih yang berbuah simpati dan popularitas itu membuat beberapa peserta lomba-lomba sejenis Indonesian Idol (yg sekarang marak bermunculan di stasiun televisi) akhirnya mengusung cerita (baca :menjual) kesedihan mereka untuk dikonsumsi publik, bahkan tak jarang dibumbui dengan cucuran airmata, dengan satu harapan terdongkrak popularitasnya sehingga bisa meraup keuntungan dari situ.


Alhasil, cerita-cerita kesedihan yang dilontarkan kemudian menjadi semacam cerita karangan, tidak tulus, dan cenderung tendensius. Alih-alih ingin mencari simpati, yang ada malah rasa muak. Beberapa orang yang aku temui sedang menonton acara-acara semacam itu, pada saat sesi “menyedihkan” melontarkan kalimat-kalimat sinis bernada cemooh atas cerita kesedihan tersebut.


Kemiskinan bukanlah kesedihan. Kemiskinan adalah ilmu tentang bagaimana menjadi manusia tangguh dan tak terpatahkan. Tentang bagaimana menghargai sesuatu hal yang didapat dengan susah payah. Tentang gaya hidup yang tidak mubajir. Tentang bagaimana berucap syukur dengan nikmat yang masih bisa dicecap. Dan tentang bagaimana menjadi ikhlas dalam menjawab percakapan dengan Allah mengenai kemiskinan tersebut.


Lihat! Betapa banyak benefit yang didapat dari kemiskinan itu. Kalau orang jawa bilang, tetap masih ada untung dalam setiap hal-hal tak menyenangkan. Masih untung miskin daripada gila. Untung gila, jadi nggak perlu punya rasa malu. Untung ga punya rasa malu, jadi nggak perlu jaim setinggi langit. Untung bisa jaim jadi bisa merbawani (tampak wibawa). Kesimpulannya, miskin tidak berarti kehilangan wibawa, miskin tidak berarti harus jaim, miskin tidak perlu menjadi gila, dan miskin tidak selamanya miskin. *spam & hoax paragraph detected


Well, Kemiskinan tidak selalu harus identik dengan kesedihan. Banyak ilmu yang bisa dipelajari dalam kemiskinan itu sendiri. Jika ilmu-ilmu tersebut bisa diimplementasikan dengan benar, maka kemiskinan itu nisbi adanya...


Dan kalaupun kemudian ketenaran ada ditangan, itu memang sudah sewajarnya karena kehebatan yang dimiliki.


Jangan sampai ada pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah miskin dan sedih, eee... yang didapat malah cemooh dan cibiran pula.



TOKO KESEDIHAN INI TELAH TUTUP KARENA BANGKRUT!


_lagi prihatin

Sunday, March 23, 2008


SEKATEN… OH… SEKATEN…

Kejadian minggu kemaren.

Rombongan dari Jakarte datang ke Jogja. Dengan embel-embel anak metropolis yang kagak perne liat sekaten, maka mereka pun memintaku untuk mengantarkan mereka kesana. (ya..ya… you orang emang pada tinggal di jakarte, tapi itu judul doang. Aslinya juga tetep orang daerah. Lampung pelosok, Solo ndeso, dan Sukabumi terpencil.. huehehe.. piss pal!)

Inilah interaksi itu :

Arin : Katanya Jogja lagi ada sekaten ya wie? Ajak kesana duong…

Aku : Mo liat apa di Sekaten? Itu kan semacam pasar malem doang. Besok aja klo pas grebegan, itu baru khasnya Sekaten...

Joni : Yoii coi... kita-kita pan anak metropolis yang kagak pernah liat nyang begituan.. c’mon dear, antarkan kami ke sono..

Aku : (gaul banget seh loo..!*dalam hati) Alah Jo.. jo... muleh ndeso kono, wedusmu njaluk di angon kae lho.....

Hahahaha! Tertawa serempak.

Akhirnya sebagai tuan rumah yang baik, maka kuantarkan mereka kesana. Jalanan padet banget malam itu, maklum ini malam terakhir Sekaten. Dan besoknya persiapan untuk acara Grebegan.


Di dalam area Sekaten

Aku : Ok, kita harus saling bergandengan dan merapatkan barisan. Jangan biarkan siapapun merangsek kedalam gerombolan kita. Itu kalo kita ingin keluar dari Sekaten tetap dalam formasi yang utuh. *berlebihan gaya


Mereka : siippp dah ......

Dan berkelilinglah kami. Menyimak kerumunan manusia yang padet singset, melihat-lihat stan kerajinan tangan dengan decak kagum ndeso laiknya orang kota yang baru masuk desa. Kemudian berhenti di salah satu stan, penjual kerak telor.

Whatt??? Kenapa kerak telor? Kenapa nggak berenti di wedang ronde ato warung kucingan yang lebih khas Jogja? *aku sempet protes! Bukan karena cinta Jogja, tapi karena aku ga suka sama kerak telor itu. ”)

Alhasil berdasarkan kesepakatan, maka kerak telor itu dibungkus, dan dicemil sepanjangan perjalanan keliling sekaten. Setelah puas berkeliling, akhirnya kami memutuskan untuk kluar dari kerumunan dan nongkrong di warung jahe seberang jalan. Jalanan keluar dari areal sekaten dari wing barat sedikit becek, itu membuat orang menjadi sangat hati-hati dalam berjalan sehingga mengakibatkan kemacetan dan jubelan orang makin banyak. Joni tampak menolong Arin melewati jalanan becek tersebut, kemudian Asep, dan Yeti. Pas giliranku, ada serombongan orang yang sejak tadi sudah tak sabar dengan gaya manja Arin dan Yeti langsung maen serobot. Mereka dengan lompatan-lompatan sigap melewati jalanan becek tersebut. Kondisi makin semrawut dan aku terpisah dari rombongan. Ah, tak apa... toh aku orang Jogja ini, dan lagi masih ada Argo yang dari tadi mengawal di belakang. Karena ga mau terlepas dari rombongan sendirian, maka serta merta kuraih tangan kekar Argo, kugandeng tangannya menyusuri jalanan becek secara perlahan. Dan... fyuuuh... lega juga akhirnya bisa kluar dari kerumunan padet singset tersebut. Tampak di seberang jalan Arin dan Yeti melambaikan tangannya, juga Joni, dan Asep, serta.... Argo! Argo??? Lalu... lalu tangan siapa yang hingga kini tak jua kulepaskan pegangannya ini?

Menolehlah daku ke belakang, pelaan ....

Orang asing : Hai ... mantap juga genggaman tangannya mbak. *tersenyum genit (flirt detected)

Aku : huaaaaawww..... *langsung ngacir

Mereka (secara bergantian) : sumpe wie, gue pikir temen loe yang ketemu di dalam sono. Tapi kok ya tuwir banget....


KAMPREEEEEETTT!!!! SEJUTA KUTU BUSUK DAN TOPAN BADAI!!!


_Maret yang dah mo abis

TAMI SENDIRI


“Sori nek, gue ngokar ya…”

Dan asap rokok yang baunya sangat mengganggu pernafasanku itupun keluar tiada henti dari bibir seksi berbalut lipstik plus lipgloss itu.

Tami terlihat makin sukses. Mobil Cielo merahnya, penampilannya, dan sifat super womannya melengkapi stereotipe seorang wanita sukses masa kini.

”Gue yakin loe ga enjoy dengan kehidupan loe Tam.”

”Wonderful! Itulah salah satu alesan kenapa gue butuh teman seperti elo wie. Gaya bicara yang lugas dan semua yang ada di otak loe itu gue suka banget. Sumpee!

Hanya segitu. Kemudian Tami melanjutkan menerawang jauh keluar menembus kaca Excelso Cafe yang ada di salah satu mall di Joga. Puntung rokok yang ada di asbak mulai ada temannya, satu eh, dua ding.

”Laki-laki itu brengsek semua wie.”

Aku hanya tersenyum

”Gue pikir keberadaan lelaki itu hanya untuk menyusahkan kehidupan wanita-wanita seperti kita. Pecundang! Parasit!”

Kita? Elo kalee... ”

Tertawa kecil sejenak bersama.

”What’s wrong with you dear? Gagal bercinta lagi? Hal biasa kan? Menjadi tidak biasa kalo kamu menanggapinya secara berlebihan Tam.....”

Lo sendiri, kenapa juga masih ga ada ring yang menghiasi jari manis itu? Padahal pecundang-pecundang yang loe punya sepertinya begitu menyayangi dan mencintai....”

”Weits, hati-hati dengan penggunaan kata pecundang say! Laki-laki yang gue punya terbaik sebagai pribadi yang pernah gue kenal. Kalopun akhirnya tidak sampai ke jalan akhir tujuan kami yaaah.... mungkin memang bukan dia teman seperjalanan yang disediankan Tuhan buat gue Tam.”

”Bahasa besar itu bu, bahasa simpelnya karena mereka itu brengsek!”

Sejenak kubiarkan Tami menumpahkan kekesalannya. Masih tetap merokok, sesekali mencecap sedikit Espresso dalam cangkir mungil nan cantik itu. Menerawang lagi.... dan tetap kubiarkan dia seperti itu. Ini waktu yang kusediakan buat my partner in crime (hueheh.), jadi kubiarkan sesuka dia mempergunakannya. Sampe ide ini muncul ...

”Umm... Anterin gue ke toilet bentar yuk Tam?”

”Harus berdua gitu?”

Alaa.. bentar ini, yuuk.. lagian gue dah bosen disini.


Di dalam toilet yang ada satu orang lain lagi selain kami.

Coba sekarang lo berdiri tegak disini Tam. Tatap kaca itu, look! There’s a woman over there! Cantik, smart, success in career, tajir, dan…. Lemah! See?”

Tami terdiam sejenak mengamati kaca lebar di dalam toilet.

“Kampreeeett loe wie!”

Kamipun tertawa lagi, sembari keluar dari toilet, menyusuri koridor Galeria Mall.

”Eh, tapi gue pikir better gue hidup kaya gini aja. Sendiri. Toh selama ini gue bisa melakukan apapun sendiri tanpa bantuan orang lain. Betul begitu penasehat?”

"Ga juga. Dulu gue juga pernah berpikiran seperti itu. Masalah apa sih yang ga bisa gue pecahkan sendiri? Lampu mati, tinggal beli baru trus dipasang lagi. Beres. Gambar TV kurang jernih, tinggal naek keatas loteng, benerin letak antena luarnya, selesai. Bongkar pasang dispenser buat ngebersihin ntu barang juga bisa gue kerjakan sendiri. Mentok-mentoknya klo ada urusan mechanical electrical yang ga bisa gue tangani sendiri yaa dibawa ke ahlinya. Tinggal bayar, selesai dah tuh masalah.”

Yep...yep... setuju banget wie! So, ngapain kita butuh laki-laki untuk nememin hidup kita klo semua bisa kita kerjakan sendiri? Lebih enak kan, ga perlu takut tersakiti dan tercampakkan, wuuuiiih nikmatnya......”

Tapii Tam .... ada satu masalah yang ternyata tetep aja harus gue kerjakan dengan bantuan laki-laki (baca:pasangan ). Saat gue butuh dibelai, gue ga mungkin melakukannya sendiri. Kala butuh disayang dan diperhatikan, tak mungkin juga gue lakuin sendiri. Gue butuh ketiak laki-laki untuk menenggelamkan kepala gue saat dunia terasa kejam buat gue. Yaah.... begitulah...”

Alaaa... itu kan hanya untuk wanita-wanita melankolis dan romantis macam elo wie. Bagi gue, tetep sendiri is the best choice. Persetan dengan kaum pecundang itu! Mending konsen di karir, cari duit banyak, trus bersenang-senang nikmati hidup. Pergi kemana gue suka, ga perlu lagi mikirin rumah, anak, suami, aah… indahnya hidup ini….”

“Itu pilihan Tam. Sendiri memang tidak jelek, tapi berdua lebih baik…. And, the ball of life is in your hand. Play it wisely.”


Ponselku berdering, bercakap-cakap sejenak, dan …

“Tam, sorry... I have to go. Duty call. Hahaha ….”

‘Ok, C ya nek… take care yo…Dasar business woman sarap!”

Akupun pergi, meninggalkan Tami sendiri.


Jadi teringat akan sebuah cerita persia kuno :

Suatu kali seorang Gadis Persia (GP) bertanya dengan sang guru tentang penciptaan seorang wanita.

GP : Guru, bagaimana penciptaan seorang wanita itu?

Guru : Wanita itu tercipta dari pencurian salah satu tulang rusuk laki-laki yang sedang tertidur.

GP : Kenapa harus dicuri? Tidakkah itu akan membuat lelaki menjadi marah karena kehilangan satu organ tubuhnya?

Guru : Analoginya seperti ini, ada seorang penjual perak yang sedang tertidur dengan meletakkan sekarung penuh dagangannya. Kemudian ketika terbangun, dia mendapati bahwa karung dagangannya telah hilang, tapi sebagai gantinya ada sekarung penuh emas disampingnya. Menurutmu, apakah penjual itu akan marah?Emas itu adalah wanita. Tercipta sebagai pengganti tulang rusuk lelaki yang telah hilang, untuk membuat kehidupan yang dijalani sang lelaki menjadi lebih indah dan bermakna. Dan selayaknya emas itu harus diperlakukan penuh cinta dan kasih sehingga kilaunya tetap memikat hati...


Begitulah seharusnya ....


_Djogja yang masih juga hujan



PS: buat miss X. ayoo semangaat...! :)