Sunday, March 30, 2008

DIJUAL : KESEDIHAN!

*gbr didapat dari google

Dulu, sewaktu acara Indonesian Idol periode Joy Tobing, aku sempat kasihan melihat Delon yang “dianiaya” oleh kata-kata Mutia Kasim. Dan kata-kata tajam Mutia Kasim tersebut ternyata menjadi senjata yang bagus untuk mendongkrak rating sms dukungan buat Delon, sehingga mengantarkan dia ke tangga runner up Indonesian Idol.


Pada periode Ihsan Taroreh, dia terdongkrak popularitasnya karena kisah hidupnya sebagai anak seorang tukang becak plus beberapa cerita kesusahan hidup lainnya yang diangkat kepermukaan, dimana cerita-cerita kesedihan tersebut mampu mempengaruhi perasaan pemirsa televisi (termasuk aku) sehingga akhirnya menaruh simpati dan ujung-ujungnya memberikan dukungan (baca:mengirim sms) bagi Ihsan. Bahkan sepertinya tak cuma para pemirsa televisi yang tersentuh dengan kisah hidup Ihsan, Titi DJ (salah seorang juri Indonesian Idol) pun sampai terketuk hatinya membelikan baju dengan harapan tampilan Ihsan bisa lebih baik lagi.


Hal yang wajar, ketika kita merasa bersimpati terhadap penderitaan orang lain maka terketuk hati untuk ikut berbagi, meringankan penderitaan tersebut.


Dan sepertinya…... Simpati, satu kata itu telah terdeteksi oleh sebagian pemirsa televisi sebagai penyebab kemenangan atau terdongkraknya popularitas seseorang. Dampak dari cerita sedih yang berbuah simpati dan popularitas itu membuat beberapa peserta lomba-lomba sejenis Indonesian Idol (yg sekarang marak bermunculan di stasiun televisi) akhirnya mengusung cerita (baca :menjual) kesedihan mereka untuk dikonsumsi publik, bahkan tak jarang dibumbui dengan cucuran airmata, dengan satu harapan terdongkrak popularitasnya sehingga bisa meraup keuntungan dari situ.


Alhasil, cerita-cerita kesedihan yang dilontarkan kemudian menjadi semacam cerita karangan, tidak tulus, dan cenderung tendensius. Alih-alih ingin mencari simpati, yang ada malah rasa muak. Beberapa orang yang aku temui sedang menonton acara-acara semacam itu, pada saat sesi “menyedihkan” melontarkan kalimat-kalimat sinis bernada cemooh atas cerita kesedihan tersebut.


Kemiskinan bukanlah kesedihan. Kemiskinan adalah ilmu tentang bagaimana menjadi manusia tangguh dan tak terpatahkan. Tentang bagaimana menghargai sesuatu hal yang didapat dengan susah payah. Tentang gaya hidup yang tidak mubajir. Tentang bagaimana berucap syukur dengan nikmat yang masih bisa dicecap. Dan tentang bagaimana menjadi ikhlas dalam menjawab percakapan dengan Allah mengenai kemiskinan tersebut.


Lihat! Betapa banyak benefit yang didapat dari kemiskinan itu. Kalau orang jawa bilang, tetap masih ada untung dalam setiap hal-hal tak menyenangkan. Masih untung miskin daripada gila. Untung gila, jadi nggak perlu punya rasa malu. Untung ga punya rasa malu, jadi nggak perlu jaim setinggi langit. Untung bisa jaim jadi bisa merbawani (tampak wibawa). Kesimpulannya, miskin tidak berarti kehilangan wibawa, miskin tidak berarti harus jaim, miskin tidak perlu menjadi gila, dan miskin tidak selamanya miskin. *spam & hoax paragraph detected


Well, Kemiskinan tidak selalu harus identik dengan kesedihan. Banyak ilmu yang bisa dipelajari dalam kemiskinan itu sendiri. Jika ilmu-ilmu tersebut bisa diimplementasikan dengan benar, maka kemiskinan itu nisbi adanya...


Dan kalaupun kemudian ketenaran ada ditangan, itu memang sudah sewajarnya karena kehebatan yang dimiliki.


Jangan sampai ada pepatah sudah jatuh tertimpa tangga pula. Sudah miskin dan sedih, eee... yang didapat malah cemooh dan cibiran pula.



TOKO KESEDIHAN INI TELAH TUTUP KARENA BANGKRUT!


_lagi prihatin

9 comments:

  1. itu pinter2nya media mbak..
    ini bedanya kita sama Amerika contohnya. Disana yang namanya Kontes Adu Bakat ya yang diliat bakatnya bukan kisah dibelakang mereka. Jadi ga peduli dia bekas bintang pelem porno pun kalo emang bakatnya nyanyi en dia serius, then people will vote..

    ReplyDelete
  2. steeeyyyy.... pa kabar???
    miss u neh.
    *mau komen itu ajah :)

    ReplyDelete
  3. wah..wah... neng geulis atu ini makin top aja tulisannya.
    boleh maen ke jogja?

    ReplyDelete
  4. padahal Delon emang jelek


    *ndelik*

    ReplyDelete
  5. wie, wanita penulis...
    bagus lho tulisannya... kesedihan itu memang komoditas, seperti juga kejujuran...

    kemiskinan juga jadi komoditas kok sekarang...

    yang kamu bilang kemiskinan bukan berarti harus ada kesedihan, orang miskin harus sabar, nerimo, harus tambah ibadah...itu idealnya tante... tapi itu semu. cuma kadar intelektual dan spiritual tertentu yang bisa liat itu... dan lagi karena alhamdulillah kamu bukan salah satu dari mereka. bisa di mengerti gimana sedih dan tertekannya orang miskin di indonesia, di cuekin pemerintah, ngalah terus sama orang kaya, (dalam pandangan mereka) kita cuma bisa ngomong doank kayak iklan jempol hehe.... kayak kita nyalahin maling susu di supermarket..."kan bisa cari duit yang halal?", itu kata kita...(read my blog, will you?) tapi kita terpukau sama kekayaan orang kaya yang entah duitnya dari mana... "si itu beli mobil lho, si anu beli rumah lho..."

    saking sedih tapi di cuekin dan di hebohkan waktu mau pemilu dan pilkada tok, jadi gila, gampang meledak, dan nanti akan ada radikalisme massa, pasti itu!

    ReplyDelete
  6. hmmm...

    kamu masih tetap kritis seperti yg dulu om...

    guweh suka gaya loe! :p

    ReplyDelete
  7. tulisannya bagus mbak, sebagus blognya, juga orangnya.. hehe

    salam kenal

    ReplyDelete
  8. Betul say, kesedihan memang tidak patut untuk dijadikan komoditas ketenaran.

    tulisannya mantap punya!

    ReplyDelete