Tuesday, February 3, 2009

ZOMBIE, IS THAT YOU?


Kawanku masih saja meracau. Menceritakan segala kegundahannya, tentang sebuah waktu yang tersia-siakan.

+ Berapa lama kamu menyia-nyiakan waktumu seperti ini?

- Baru Satu setengah tahun sih.

+ Hehehe… Baru ya? Berarti kamu termasuk hebat.

- Kok?

+ Jika aku jadi kamu dengan kondisi yang menyiksa bathin seperti itu, mungkin hanya tahan paling lama 3 bulan. Selebihnya akan memilih menjalani hidupku tanpanya.

- Tidak semudah itu wie, selama dalam kurun perjalananku, setelah ayahku meninggal dan aku harus dibebani oleh tanggung jawab di keluargaku, dia telah menggantikan figur ayah yang aku butuhkan.

+ Seberapa banyak dia bisa memberikan kontribusi pada hal tersebut?

- Aku bergantung padanya untuk satu hal itu.

+ Lalu, kenapa kamu mengeluh?

- Aku hanya merasa tertekan dan terkadang merasa lelah dengan cara dia melindungiku yang terlalu berlebihan itu.

+ Masih sanggup menahan lelah dan ketertekanan itu?

- Jujur tidak, tapi… aku takut kehilangan dia. Takut kehilangan tempat bersandar seperti kala aku bersandar kepada ayahku..

+ Hidup adalah pilihan kawan. Kamu bisa mendapatkan tempat bersandar tapi bathinmu tersiksa, atau bathin kamu terbebaskan dari belenggu itu namun kamu harus mencari sandaran ditempat yang lain. The ball is in your hand, so use it wisely.

- aku takut wie.. Jika aku meninggalkannya dan mendadak kebutuhan akan sandaran jiwa itu muncul sementara aku belum menemukan sandaran yang lain… aku pasti akan limbung.

+ Pasti? Kenapa kamu memastikan sesuatu yang bahkan kamu sendiri belum menjalaninya? Itulah yang dinamakan rantai pikiran. Kamu memasang rantai pada pikiranmu sendiri sehingga membelenggu gerak langkahmu. Free your mind dear..

Kawanku terdiam, memainkan ujung bajunya. Dia sedang mencerna kalimatku, dan kubiarkan dia dengan waktunya itu.

Dulu, kala harus memilih meninggalkan kekasih hati karena setitik kesalahannya, aku harus menghabiskan hampir 6 tahun lamanya untuk dapat benar-benar “meninggalkannya”. Dalam setiap pelabuhan hati yang hampir aku singgahi, biasanya aku hanya mengamati dari pinggiran, membandingkan dengan yg lalu, kemudian meninggalkan pelabuhan itu karena merasa tak seperti yang terdahulu. Selalu seperti itu. Tak terhitung berapa banyak pelabuhan yang harus melambai sedih kearah kapal layarku. Hingga kalimat seorang kawan telah menyadarkanku,

“Tak ada pelabuhan yang benar-benar sama persis wie. Jika kamu ingin yang seperti pelabuhan terdahulu, jalan satu-satunya merapatlah kesana kembali.”

Haruskah aku memutar arah kemudi ini kembali ke pelabuhan yang entah sudah berapa jauh aku tinggalkan? Ah…. Egoku berkata tidak! Biarlah aku meneruskan pelayaran ini, meskipun harus sendiri melawan badai rindu yang kerap kali datang & melawan dinginnya udara cinta yang belum juga bisa menghangatkan hati ini. Yang perlu aku lakukan sekarang adalah mencari pelabuhan hati lain tanpa harus membandingkannya. Melepaskan rantai jangkar yang masih tertinggal di pelabuhan terdahulu & memulai pelayaran ini dengan kebebasan penuh.

Dan… Yihaaaaa….!

Setelah benar-benar bebas berlayar, ternyata aku menemukan pelabuhan yang telah membuatku terpukau. Sebuah pelabuhan dengan kelembutan desau angin yang membuatku terbuai, hangatnya sinar mentari yang membuatku tak takut untuk terbakar, dan eloknya sang senja untuk menemani rebahnya diri ini dipeluk sang malam. Cinta…. Yah! Kurasakan getar-getarnya menyentuh setiap mili dari nadi ini. Pelabuhan ini telah membuatku mencinta lagi! Sebuah cinta yang kemarin sempat aku ragukan masih ada dan tersisa. Cinta yang aku pikir telah tertinggal semua di pelabuhan terdahulu. Aaaaaahhhh….. kubiarkan tiupan lembut sang pawana mengurai bebas rambut ini. Legaaa…. Dada ini terasa longgar untuk menerima asupan udara sebanyak apapun.

Ternyata, untuk menemukan rasa yang menyenangkan seperti ini hanya dibutuhkan keberanian. Sebuah keberanian untuk melalui sesuatu yang bahkan kita tak pernah tahu kondisinya.

Kawan,

Terkadang, bayangan yang ada di pikiran kita itu tak semenakutkan kenyataan. Namun sebagian orang memilih untuk membelenggu pikiran-pikiran mereka dengan terlalu banyak pertimbangan. Alih-alih ingin mempersiapkan segala sesuatunya dengan baik, namun yang didapat hanyalah kehampaan.

Dan kehampaan hidup adalah bentuk nyata dari zombie, alias mayat hidup. Hari-hari yang dilalui hanya untuk menunggu mati yang sebenar mati. Senang, namun tak bahagia. Sedih, namun tak berasa. Sebuah hidup yang teramat sia-sia …

Telah kutanggalkan semua rantai pembelenggu itu, dan aku siap mengarungi hidup dengan lebih berani lagi. Tak hendak meminta bekal apapun, hanya sepenggal waktu untuk menjalaninya. Toh aku aku bukan senapan, yang saat dibutuhkan bisa langsung ditembakkan…

Bagaimana dengan kamu?

28 comments:

  1. would you please to accompany me to seal our sea?

    yeaah.. you!

    ReplyDelete
  2. kayaknya kok..ehmmm...di jawab dalam hati sajah!!

    ReplyDelete
  3. kalo aku sih akan lebih memilih kehendak bebasku..karunia besarku sebagai manusia yang membedakan dengan makhluk lain...ehem uhuk grok!

    ReplyDelete
  4. gw lebi memilih menikmati setiap detik sensasi yang kehidupan tawarkan. manis, pahit, masam, apapun itu.. bukankah semua itu yang memperkaya dan mendewasakan kita?? ketika sedang jatuh bangun mencinta, ya nikmati saja sebagai sebuah proses yang harus dilalui. tapi ketika hati kecil berkata semua itu harus dihentikan, ya.. terjadilah. yaaaayy!!

    ReplyDelete
  5. oelpah dah dewasa! siap untuk dinikah!

    ReplyDelete
  6. hmmm.... bacaan yg bagus ..tapi apakah yang nulis bisa menjalani ? tanyalah pada rumput yang bergoyang (halah....)...
    ayo goyang ...........

    ReplyDelete
  7. wah bener juga mbak

    ReplyDelete
  8. jawaban yang aku dapat dari penulis ...setelah ngisi Comment ......

    " MBUH " .........

    ReplyDelete
  9. @di2t : aku kan bukan senapan, yg ketika diinginkan bisa langsung ditembakkan. du..du..du..

    ReplyDelete
  10. @Wie ulpa kui sopo ? siap dinikahi dan dibuahi ?
    bagiamana dengan yg nulis ndiri ?
    nunggu opo meneh wie ......
    - kesuwen tinggal -

    ReplyDelete
  11. nganu wik, aku bru mau ancang2 ini....kesuwen ditinggal tah?

    ReplyDelete
  12. @aprikot : seeeeppp.... tapi ojo kesuwen ancang2, mengko tak tinggal *lirik korban kesuwen tinggal

    ReplyDelete
  13. dan saya sedang menikmati penyia-nyiaan waktu ini ...oh bidadari kapankah kau terbang ke mari

    *muntah darah*

    ReplyDelete
  14. hahaha... selamat menikmati mas!

    semangat!

    ReplyDelete
  15. wie ..aku meh takon ....hubungane Zombie mbek tulisanmu opo to ?

    ReplyDelete
  16. ga ada mas, yg ada hubungan itu aku dengan kamu *kalem

    ReplyDelete
  17. Hoh, jadi ini salah satu alesan kamu meninggalkan Djakerta?

    ReplyDelete
  18. lho, wiwik mo pindah lagi?

    buset dah ni anak, kagak ade matinye!

    I'm proud of you dear.

    ReplyDelete
  19. ceritanya bagus sekali. itu beneran mba?

    ReplyDelete
  20. jan2e nek crito2 model ngene iki true story opo ora tho? opo mung bahan dinggo novel? ayo, jelaskan agar publik dan konstituen politikmu nggak bingung dan akhirnya jadi swinging vote!

    ReplyDelete
  21. wah, banyak pelajaran dri postingannya mbak wie nih.. dalem dan penuh amanat..
    tapi masalahnya aku takut zombie..

    ReplyDelete
  22. Tulisan-tulisan saya itu base on true story, mas2 dan mbak2...

    *keplak kopril

    ReplyDelete
  23. mbak wie, postinganmu ini bener2 mencerahkan..aku jd tambah yakin dengan pelabuhan di mana aku bersandar sekarang..:) syukuri dengan apa yg dimiliki sekarang, niscaya beban-beban di pikiran perlahan akan terlepas..

    ReplyDelete
  24. aku takut wie.. Jika aku meninggalkannya dan mendadak kebutuhan akan sandaran jiwa itu muncul sementara aku belum menemukan sandaran yang lain… aku pasti akan limbung.--> Yang ini GUWAH BANGET!!!!

    ReplyDelete
  25. @dilla : good luck for you

    @stey : c'mon dear... buang rante belenggu itu. You can do it

    ReplyDelete
  26. wah ... daripada liat fotonya zombie mending liat wiwidwae..

    ReplyDelete
  27. wie...jadi inget pd waktu nawari rumah ke rekan yg sedang nyari (halaah ..yang masih ngontrak), ternyata sebagian mereka akan mencari rumah disekitar mereka terbiasa beraktifitas... katanya di daerah sini enak... sedangkan didaerah lainnya menurutnya / alasannya : jauuh, macet dll (padahal menurutku rumahnya lebih jauuh, macet dan banjir lagi) ... halllah mo jelasin opo to ki (bingung dhewe).. maksudnya tak kenal maka tak sayang .. (cuma gitu to?), sukses ya

    ReplyDelete