Monday, June 30, 2008
KUBURAN
Beberapa waktu yang lalu aku menghadiri pemakaman ayah seorang sahabat. Mengikuti prosesi pemakaman tersebut dengan penuh kidmat. Step by Step, hingga jasad yang terbungkus kain kafan itu telah tertimbun rata dengan tanah merah. Sendirian dalam ruang yang lembab, gelap dan sempit. Entah untuk berapa waktu lamanya….
Jadi teringat akan mendiang ayah dan ibu yang juga mempunyai nasib yang sama dengan nasib ayah kawanku tersebut. Ayah dan Ibu telah menjalani kesendirian, kelembaban, kegelapan, dan kesempitan dalam kurung waktu hampir dua tahun lamanya. Dan entah sampai kapan harus demikian ….
Menyenangkankah kondisi di dalam sana? Jika jawabnya ya, maka bersyukurlah kakek & nenek yang telah menindiami ruang tersebut hampir berpuluh tahun lamanya. Namun jika jawabnya tidak, duh….. betapa tersiksanya orang-orang yang telah meninggal sebelum eyang tercintaku ini.
Bedigik diri ini membayangkannya.
Membayangkan hidup dalam kondisi yang tak menentu dengan kurun waktu yang tak menentu pula membuat hatiku sedikit bergetar. Sanggupkah aku?? Tidak penting lagi jawabannya, karena toh sebagai makhluk yang terlahir hidup di dunia ini pasti akan mengalami fase kematian.
Lalu bagaimana untuk menghadapi kematian yang pasti datang itu sehingga jawaban atas pertanyaan diatas menjadi sangat berarti?
Masih begidik….. dan semakin begidik kala melihat dosa yang menumpuk dalam diri ini. Dosa-dosa yang harus ditebus dengan ganjaran setimpal.
Mencoba untuk mengkalkulasi :
Jika Aku mati kemudian mengalami masa penebusan dosa di liang kubur seperti cerita-cerita para tetua itu, dan kehidupan di luar sana masih terus berjalan hingga anak cucuku meninggal, dan kehidupan masih terus berjalan hingga generasi-generasi berikutnya, maka …… *mencoba dengan hitungan yang lebih pasti :
1 tahun usia kematianku + 60 tahun masa hidup anakku (dengan asumsi umur rata-rata orang Indonesia maksimal 60 tahun) + 60 tahun masa hidup cucuku + 60 tahun buyut + 60 tahun canggah + ….
Jika kehidupan di alam kubur berhenti sampai dengan meninggalnya Si Canggah, maka paling tidak aku harus merasakan hidup dialam kubur sekitar 241 tahun. Wakkss!!! Lama juga ya… sangat lama bahkan untuk kehidupan yang kita tidak tahu pasti kondisinya.
Lalu…. Bagaimana dengan pendahulu yang telah meninggal itu? Tentunya semakin lama lagi mereka hidup di dalam ruang yang lembab, gelap, dan sempit tersebut.
Jadi sedikit mengerti tentang ajaran para tetua untuk rajin ziarah. Dengan ziarah mengingatkan kita akan mati. Ingat mati, jadi bisa memotivasi diri untuk menjadi lebih baik lagi, hidup dengan menjadi pribadi yang baik akan membawa dampak kebaikan pula bagi lingkungan sekitar, kemudian kebaikan akan tumbuh dalam cakupan yang semakin luas. Jika semua menjadi baik, maka tak ada yang perlu dikhawatirkan lagi. Hidup maupun mati …..
Namun sayangnya, hanya sedikit orang yang “ingat akan mati”. Dan aku masih tidak termasuk di dalam yang sedikit itu.
Tanah merah itu sudah tertutup dengan taburan kembang, dan mulai ditinggalkan satu persatu pelayatnya.
Sepi
Jadi teringat akan makam ayah dan bunda yang sudah lama tak aku kunjungi. Rindu ini menggigit hatiku ….
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
[...]Jadi teringat akan makam ayah dan bunda yang sudah lama tak aku kunjungi. Rindu ini menggigit hatiku …. [...]
ReplyDeletega bisa koment apa2....
mmm...
ReplyDeletemrinding mbaca posting ginian...
begitulah kawan ....
ReplyDelete:)
kalo aku mikirnya orang yg baik akan dibalas dgn kebaikan "disana"..
ReplyDeleteitu yg harusnya jd motivasi untuk berbuat baik, karena nanti kita akan lebih lama tinggal disana, seperti hitungan mbak wiwiek...
hidup ini indah sayang, selama kamu ada disini. jangan mati dulu yach.. :)
ReplyDeleteyap.. benar adanya yang anda tulis inih...
ReplyDeleteku pun menangis ...
ReplyDeleteku kan selalu bersujud..
kata katamu kie lho mbak
ReplyDeleteTerima kasih mbak. Tulisannya indah sekali, jadi malu sama dosa sendiri. Salam kenal
ReplyDeletelhah! itungan waktu di alam barzah ya nggak sama lah dengan di alam dunia!
ReplyDelete;)
kowonka-kawanku... "kawanku"-mu kuwi yo nduwe jeneng! at least disingkat WW koyo nggo Buser opo Patroli. dia kan pengin terkenal juga...
ReplyDeleteoya, kowe ditakokke bapakku. kon teko nek pas 40 hari mengko. bapak pesen, "tidak menerima bingkisan berupa karangan bunga"...
mmmm..........
ReplyDeletetelat banget neh ngasih komen...tadi siang abis jumatan tiba2 yang biasanya ada pecel sayuran yang biasa disediakan oleh ibuku,ternyata di meja ga ada apa2 cuma satu toples kerupuk, aku baru nyadar dah 7 bulan ibuku wafat yang biasa bikin pecel/gado2 ato lotek bahasa sundanya,aku makan siang sendirian habis jumatan dengan apa adanya di lemari makan.
ReplyDeleteSemua telah berubah...
Terlintas pikiran kenapa orang selalu berekspektasi berlebihan terhadap semua hal...mo jodoh,karier,usaha dan lainya.Tujuan terakhir kita adalah kematian...dengan berhitung atau tidak berhitung akan ada perjalanan yang akan kita tempuh yaitu perjalanan tanpa langit...
makasi wiek
Siiip mbak. Mari mengingat MATI. Lebih tragis lagi kalo lihat videonya. Aku sudah lihat berkali-kali sampai merinding bulu roma.
ReplyDelete@ mas wien alias WW alias plok!
ReplyDeletengono wae nesuuu..... sesuk meneh jenengmu tak link, ben pageranknya mundak. :p
tulisannya bagus banget mbak, so inspiring :)
ReplyDelete