
Akhir April, suatu pagi di pedalaman Kota Jogja yang sangat menghijau,
- Kamu lagi jatuh cinta ya?
- Kamu lagi jatuh cinta ya?
+ Tahu darimana?
- Dari keseriusan kamu mempelajari kamera itu.
Dahi ini seketika berkerut mendengar penjelasannya
+ Kamu inget nggak, dulu ketika kamu sedang jatuh cinta sama pria, kamu asyiikk banget belajar maen gitar. So kiss me and smile for.... ooo.. living on a jet plane... Lagu yang bikin aku pengen muntah, karena selalu kamu mainkan berulang-ulang yang membuat orang berdecak kagum melihat cara kamu yang begitu seksi memainkan gitar buluk itu. Padahal, jika saja mereka tahu bahwa hanya itulah satu-satunya lagu yang bisa kamu mainkan, maka aku jamin merekapun pasti akan muntah masal bersamaku.
- Hahaha... kamprett loe!
+ Aku yakin, jika nanti kamu sudah bisa menguasai perasaanmu, maka kamera itu tidak akan menarik lagi untuk dipelajari. Dan nasibnya pasti akan sama seperti gitar buluk itu, karena pembelajaran yang sekarang sedang kamu lakukan hanyalah untuk mengalihkan segala perasaan kamu yang tidak menentu itu kan?
Hanya tersenyum dan mengerling genit.
+ Kenapa?
- Karena dia tidak mencintaiku.
+ Tahu dari mana?
- It just my feeling...
+ Apakah ini feeling yang sama seperti ketika kamu jatuh cinta sama pria? Feeling yang akhirnya membuat kamu tertawa getir karena ternyata pria pun mencintaimu. Sebuah cinta yang telat kamu ketahui.
Nyengir kuda
+ Aku akui, kamu sangat dewasa dalam mensikapi setiap masalah hidup kamu. Bahkan kalimat-kalimatmu itu sangat manjur, membuat orang terpuruk menjadi bangkit kembali. Tapi….. untuk masalah yang satu ini kamu payah! Bahkan sangat paayaaaah….!
- Hihihi…. Nobody’s perfect kan ?
+ Hmm… mencoba berlindung dengan kalimat itu ya? Ok, kembali ke feeling kamu. Bagaimana kalau ternyata feeling kamu salah lagi?
- Yaach… nasib lah…
+ Hahaha, so simple but stupid gal!
- Hehe… maybe, but sometimes this silly thing makes me comfort.
+ hmm… aku merasakan ada alasan lain lagi yang lebih penting dari sekedar “dia tidak mencintaiku”.
- Sepertinya percuma saja bersembunyi dari kamu ya? (Tersenyum simpul)
+ Aku kenal siapa kamu. Seseorang yang tidak mengenal kata menyerah, yang merubah halangan menjadi sebuah tantangan. Bahkan aku yakin, jika saja kamu mau maka kamu bisa merubah “dia tidak mencintaiku” menjadi “dia sangat mencintaiku”.
- Berlebihan…
+ Tidak juga. Sudah ada buktinya kan ? Dua malah. Beri aku waktu at least satu bulan supaya kamu dapat mengenal aku, dan aku jamin kamu akan jatuh cinta karenanya. Itu kan kalimat yang selalu kamu ucapkan? So…??”
Mengangkat bahu.
+ Apa sih yang kamu takutkan? Takut ditolak? Nggak siap untuk gagal? Bukankah kegagalan atau keberhasilan suatu usaha itu akan diketahui setelah kita mencobanya?
- Betull...
+ Jadi, kamu mau mencoba untuk mengkomunikasikan perasaanmu dengan benar kan? Tidak lagi bersembunyi dibalik gitar, kamera, atau apapun juga?
- Tidak juga...
+ Hah?!? Kenapa??
- Seperti yang kamu bilang, bahwa aku payah dalam satu hal ini...
+ Tapi kamu kan bisa belajar untuk mencobanya dulu, siapa tahu kali ini tawa kamu tidak lagi getir.
- Ok.. aku pasti akan mencoba memperbaiki kelemahan ini, tapi mungkin butuh waktu. Dan aku berharap waktu itu datang disaat yang tepat.
+ Waktu?? Seberapa lama itu? Apakah cinta yg sekarang kamu harapkan itu akan menungguimu sepanjang waktu?
- Du no... Dia tahu arah jalan pulang kok. Itu berarti, jika dia mau maka dia tidak akan tersesat...
+ Bagaimana kalau dia memilih pergi dan tidak mau pulang?
- Masih ada cinta-cinta lain yang akan muncul. Toh, aku tidak perlu memelihara cintaku kepada orang yang tidak mencintai aku kan?
+ Damn! Kamu sungguh mengagumkan sekaligus memuakkan.
- Sudahlah, tidak perlu dibahas lagi. Ini hanyalah sebuah cinta eros yang tidak perlu terlalu diagung-agungkan. Toh waktu juga yang akan menjawab apakah aku perlu mempertahankan cinta ini atau tidak.
+ Kamu selalu berlindung dibalik kata waktu. Suatu kata yang kamu gunakan untuk menutupi kelemahanmu. Kelemahan yang bahkan tidak berusaha untuk kamu perbaiki.
- Maafkan aku, jika itu mengecewakanmu ....
(meminjam kalimat seorang teman, ... bukan tak mau tahu tentang kelemahan diri dan lalu memperbaiki, hanya saja aku bukan senapan yang ketika dikehendaki bisa langsung ditembakkan...)
Sinar mentari di atas Kota Jogja mulai mengusir dinginnya kabut pagi ini...
* Tuhan memberikan kekuatan untuk menerima yang tidak bisa kita ubah. Keberanian untuk mengubah yang memungkinkan. Dan kebijaksanaan untuk memahami perbedaan keduanya. (Frederich Oetinger)
** Wie, suatu pagi di pinggiran Jogja yang masih menghijau.
Sinar mentari di atas Kota Jogja mulai mengusir dinginnya kabut pagi ini...
* Tuhan memberikan kekuatan untuk menerima yang tidak bisa kita ubah. Keberanian untuk mengubah yang memungkinkan. Dan kebijaksanaan untuk memahami perbedaan keduanya. (Frederich Oetinger)
** Wie, suatu pagi di pinggiran Jogja yang masih menghijau.